Dua jam lima belas menit yang lalu, (sekarang jam 21:25) seorang ibu sedang mengutak-atik kalender barunya di depan teve. Ketiga anaknya tidak memperhatikan saat segurat senyum menghiasi wajahnya yang telah keriput digerus usia.
”Lihat nih, ini Ibu Rektor tempat Tek Ina ngajar,” kata ibu itu sambil menunjuk sampul kalender yang menunjukkan beberapa orang sedang berdiri dengan rapi. Tangannya yang gembul menunjuk ke arah tengah barisan.
Rupanya kalender itu diterbitkan oleh sebuah universitas keagamaan di Jakarta. Adik kandungnya kebetulan menjadi Dekan di sana. Dua hari ini si adik singgah ke rumahnya bersama Ibu Rektor karena kebetulan sedang mendapat tugas dinas di Bandar Lampung.
Sang ibu menatap sampul kalender dengan takjub seolah-olah yang terpampang di sana sangat dia kenal.
”Ibu Rektor ini, baik deh. Dan masa, sukanya makan getuk. Kalo pagi-pagi itu, dia gak mau makan keculai pake getuk,” sang Ibu tertawa renyah, seperti menceritakan kebiasaan teman lama.
”Nih, dengerin ya. Program studi yang telah dibuka di universitas ini adalah,” ibu itu menyebutkan beberapa prodi—saat sampai di ”Kedokteran dan Kesehatan”, sang Ibu sedikit menaikkan intonasinya, melirik ke arah anaknya yang sedang menyuap makanannya di piring dengan tidak begitu bernafsu.
Sang ibu menggulung kalendernya dengan hati-hati. Kalau saja ini sudah tanggal 30, tentu saja dia segera memasangnya di dinding ruang keluarganya yang kecil.
Setelah matanya menatap layar televisi pun, dia tetap membicarakan pengalaman dua harinya menjamu sang Ibu Rektor.
Itu ibu ag. Ag heran betapa hal-hal hebat yang dilakukan orang lain membuat beliau begitu bersemangat. Bahkan topik ”Ibu rektor” ini bertahan selama seminggu, dimulai saat Tek Ina mengabari kalau dia akan ke Lampung bersama Ibu Rektornya.
Rasanya ag gak sanggup untuk gak memutar bola mata ag, seperti di pilem2 dan novel2. Abisnya, plis deh. Beliau itu bahkan bukan siapa-siapa. Maksud ag, dia tentu orang penting... *rektor univ mana sih yang gak penting?* tapi bagi dia, kami tentu bukan orang yang patut diingat.
Tapi itu juga yang membuat ag salut sama ibu ag. Betapa dia polos dan naifnya. Betapa dia bersemangat dan excited ngeliat orang lain jadi orang yang besar. Asa itu, harapan untuk jadi besar. Sifat yang gak menurun ke ag. Ag gak bisa begitu terkesan sama orang lain. Karena toh itu mereka, bukan ag. Bangga pun gak ada manfaatnya, hanya bikin kita ngiler.
Setiap sifat ada sisi baik dan buruknya.
(ini diketik dengan backsound ibu ag yang lagi cerita tentang sopir si Ibu Rektor yang masih kuliah. Betapa si sopir itu capek nganter ke Lampung, mana besok kuliah... bla... bla... bla...)
Mom, if only i could stop you now.
Over all, I love you mom.
Happy mother day.
0 comments:
Posting Komentar
Good intentions are always welcomed here!
Thanks for your comment.