12.10.2010

Cerpen Edan

Posted by Benazier M Besmaya at 23.03
Hati ag lagi berbunga-bunga nih… barusan abis ditelepon sama orang Telkom. Suaranya baguuusss banget, *tapi alasan neleponnya gak buaguuussss banget!! Cewek bersuara indah itu nagih bill internet, hiks...
Rencananya hari ini ag mau posting cerpen yang ditugasi guru Bahasa ag yang kurang kerjaan itu, haha. Karena dalam suasana hati gundah gulana yang gak berujung... akhirnya cerpen itu hasilnya pas-pasan.. *alesan banget.. dasarnya emang gak bisa nulis cerpen deng..
Tapi mending lah, cuma ag emang nyadar kalo bahas yang ag pake masih mentah banget. Hehe,, udah deh gak usah pake anu-anu lagi, cekkiidddooot!!

Cerpen Edan


Aku berharap bisa lebih baik daripada sekarang, bisa merangkai kata dengan baik, sehingga semua orang mengerti. Aku pengen main sama temen-temen sekelas.


Mira mengakhiri postingan di blognya dengan tersenyum tipis. Rasanya aneh bisa menulis sesuatu dengan lancar, tetapi untuk mengucapkannya membuat dia harus berkeringat saking susahnya. Lebih aneh lagi sekarang dia sudah memiliki teman, walaupun Mira tidak tahu siapa sebenarnya orang yang selalu mengomentari postingannya, memberi semangat dan dukungan untuk terus berjuang dan belajar berbicara. Tetapi, Mira merasa untuk mewujudkan semua perubahan itu butuh waktu yang lama. Dia masih sulit berubah, seperti yang terjadi sepulang sekolah tadi.

***

Ya ampun, hari ini gak mungkin lebih sial lagi
, pikir Mira dalam hati. Namun, di tengah gerutuannya dia tetap membereskan sampah-sampah di depan kelas dan mulai merapikan pot-pot bunga yang berserakan. Hari sudah sore, sekolah sudah sepi. Hanya ada segerombol adik kelas yang bermain bola di lapangan tengah sekolah. Mira memandang iri kepada mereka, hampir saja dia menangis karena harus membersihkan kelas sendirian. Tak ada yang bisa disalahkan, sih, karena semua orang memang benar, kecuali dia.
Ini bukan pertama –dan mungkin terakhir—kalinya dia melakukan sesuatu seorang diri. Sejak SD sampai sekarang duduk di kelas 3 SMP, bisa dikatakan Mira tidak memiliki teman, kalau definisi teman itu adalah seseorang yang selalu di dekatnya, bersikap perhatian, dan mengerti dia apa adanya. ’Teman-teman’ di sekolah hanya mengajaknya mengobrol jika ada hal yang mereka inginkan. Selebihnya dia dilupakan dan ditinggalkan di pojok ruangan.
Properti kelas, Mira sering mengistilahkan dirinya dengan sebutan itu.
Bukan berarti mereka jahat. Kadang-kadang ada saja yang mengajak Mira ke kantin atau belajar kelompok seusai sekolah. Tapi ternyata masalah utama ada pada dirinya. Sejak kecil Mira sangat pemalu, kikuk, rendah diri, dan mengidap penyakit susah bicara. Dia sulit untuk mengungkapkan pikirannya pada orang lain, bahkan kepada kedua orangtuanya. Tidak heran kalau nilai bahasanya hanya di batas standar. Pada akhirnya semua orang di dekatnya akan mundur teratur karena merasa tidak cocok dengannya.
Dia memang tidak mempunyai sesuatu untuk dibanggakan. Mira tidak pintar, tidak cantik, tidak kaya. Perasaan rendah diri sudah lama mengakar pada dirinya.
Hari ini pun sifat jeleknya itu mendatangkan tragedi. Setelah bel pulang berbunyi, Robi, si ketua kelas, menghampiri mejanya. Setelah berbasa-basi mengenai pelajaran Ekonomi barusan, Robi berdeham aneh. Sedetik kemudian Mira punya firasat –yang seratus persen tepat—bahwa deritanya berlangsung sesaat lagi.
”Tolong,” Robi mulai dengan suara serak. ”Kamu tahu, kan, kalau besok ada lomba kebersihan kelas. Ng, bisa bersihin kelas duluan, gak? Soalnya kami semua mau les.” Robi tersenyum sedikit, ”Nanti pulang les kami ke sekolah dan bantuin kamu,” janjinya.
Sebenarnya Mira tidak pernah mengangguk untuk menyetujuinya, namun ternyata sikap diam berarti persetujuan menurut si ketua kelas. Bahkan pada saat itu Mira tahu bahwa janji Robi –seperti yang sudah-sudah—tidak akan pernah ditepati.
Hal yang membuat Mira paling sedih, setelah semua pekerjaan selesai, dia mendapati beberapa anak sekelasnya sedang duduk di depan ruang guru. Kemudian Robi muncul dari dalam dan bergabung dengan mereka. Mereka pasti tahu Mira bekerja seorang diri, tapi mungkin mereka enggan membantu karena hanya ada dia. Pasti sulit setengah mati untuk membangun percakapan antara segerombolan anak cowok dengan dirinya yang mirip anak autis saat berusaha bicara.
Mira menghela napas, membawa kembali pikirannya ke depan komputer. Satu-satunya teman Mira bernama Miki Mouse—dia yakin itu bukan nama sebenarnya, kecuali ibu Miki Mouse penggemar berat Walt Disney. Sudah tiga bulan terakhir Miki Mouse mengomentari setiap postingan di blog Mira. Itu berarti setiap hari mereka mengobrol dan saling menyapa lewat internet. Mira merasa cocok dengan Miki, walaupun kadang-kadang kata-kata bersemangat Miki terlalu pedas dan menancap tepat di hati Mira. Seperti komentarnya atas postingan Mira barusan, yang dia kirimkan beberapa detik lalu:

Bodoh! Bicara itu gampang, tau! Buka saja mulut, getarkan pita suara dan hembuskan udara. ”Jika kita terus menyerah kepada ketakutan, bagaimana kita akan menghargai keberanian?”
Aku penasaran, nih, sudah berapa tahun kamu gak ngomong sepanjang satu kalimat penuh??


Lebih dari tiga tahun, batin Mira. Tiga tahun yang menyulitkan. Mira memejamkan mata. Setelah tiga tahun tidak punya teman sungguhan, dia emang harus berubah. Besok aku harus ngomong!

***

”Pa, pagi...” Suara Mira mengecil di tengah keramaian kelas. Pagi ini memang ada ulangan dan kelas Mira sudah mempersiapkan ritual-ritual menjelang ulangan. Ada yang merapal rumus, menyelipkan kertas contekan ke kotak pensil, mengerjakan soal di buku, dan marah-marah tidak jelas. Semua hal dilakukan, kecuali memperhatikan Mira yang berdiri tidak penting di depan pintu.
Mira berjalan lunglai menuju mejanya. Tidak lama kemudian Bu Endah masuk dengan wajah cemberut. Mereka memberi salam.
”Anak-anak, ulangan dibatalkan,” Guru tergalak itu melipat tangan di depan dadanya.
Seluruh murid berbisik-bisik tidak nyaman. Kemudian salah satu anak cewek mengacungkan tangan.
”Kenapa, Bu?”
”Karena,” Bu Endah menyapu seisi kelas dengan tatapan menusuk. ”Soal sudah dicuri kemarin.”
Kelas tidak berbisik-bisik lagi, tetapi ribut tidak terkendali. Bu Endah memukul penghapus di meja.
”Ibu tidak suka mengatakan ini pada kalian. Tetapi karena semua kelas sudah ulangan dan hanya kalian yang berkepentingan dengan soal itu, Ibu merasa kalianlah yang bertanggungjawab atas semua ini,” beliau mengangkat lembaran di tangannya. ”Soal ini ada 30 lembar, dan berkurang satu dalam semalam. Tentunya hantu di sekolah kita tidak makan kertas.”
Beberapa anak cekikikan mendengarnya, tetapi kembali serius setelah melihat raut wajah Bu Endah.
”Ibu tidak mau tahu. Sebelum ada di antara kalian yang mengaku dan mengembalikan soal, ulangan tidak akan dilaksanakan,” Bu Endah membereskan barang-barangnya dan melenggang pergi.
Serentak semua orang meneriakkan argumennya. Di tengah-tengah keributan, ada yang menggumamkan fakta bahwa Mira ada di sekolah sampai sore kemarin. Mira tidak memedulikannya, karena dia sepertinya tahu siapa yang mengambil soal itu. Dia melihat mereka di depan kantor guru kemarin...
”Hei.”
Mira mengerjapkan matanya lalu mulai gagu melihat ada dua anak lelaki, Dino dan Ivan, menatapnya.
”Kemarin... apa yang kamu lakuin sampe sore?” tanya Ivan.
Mira menyadari seisi kelas menjadi hening. Semua orang menunggu jawabannya.
Tidak, bukan aku!! Tapi kalian kan yang masuk ke kantor guru!
Mira mulai berkeringat dan ber-’uh uh’ tak jelas. Dia tidak senang diperhatikan seperti ini, tetapi dia lebih tidak senang dituduh melakukan pencurian yang tidak pernah dilakukannya. Lagipula, merekalah yang menyuruhnya membersihkan kelas, seorang diri.
”Kami bukannya curiga sama kamu, cuma ingin memastikan aja, sih,” jelas Dino. ”Tapi kalau kamu gak mengelak, kami harus tarik kesimpulan, kan, supaya Bu Endah cepat mengadakan ulangan.”
Mira menelan ludah. Dia yakin benar kalau mereka berdua juga ada di depan ruang guru waktu itu.
”Berarti dia?” gumam seseorang di belakang Mira.
Bukan aku!
”Ih gak nyangka dia... Eh, siapa namanya? Aku lupa.”
”Tau, deh. Diem-diem suka curang, ih.”
Mira tidak tahan lagi, dia lari sekencang-kencangnya ke luar kelas. Mereka menatapnya penuh tuduhan yang membuatnya gemetaran.

***

Duh duh... Aku gak tahu lagi deh harus ngomong apa. Kamu ini bebal banget, ya. Tinggal bilang aja kalo bukan kamu pelakunya, beres kan? Sampai kapan kamu menyerah sama ketakutan??


Mira menatap kebun sekolah lewat jendela UKS. Lewat ponselnya Mira memposting kejadian tadi, dan Miki langsung merespon. Mira sudah menangis sampai matanya bengkak dan merasa agak baikan, tetapi perkataan Miki malah membuatnya menangis lagi.
Dia tidak tahu harus berbuat apa. Mulutnya seakan terkunci untuk mengucapkan kebenaran. Semula keputusan membolos kelihatannya lebih baik daripada menghadapi tuduhan sekelas, tetapi Mira jadi terlihat makin bersalah dengan melarikan diri seperti ini.

Jika kita terus menyerah kepada ketakutan, bagaimana kita akan menghargai keberanian?

Tulisan Miki terus terngiang di telinga Mira seolah dia mengatakannya. Hari ini Mira memutuskan untuk berbicara, dan itu bukan keputusan biasa. Mira benar-benar berniat mengubah sifatnya, hingga bisa memiliki teman yang banyak. Mira memutuskan itu semalam. Bulat dan final.
Tetapi kejadian tadi memutar segalanya. Bagaimana kalau Mira dibenci kalau dia bilang dia tahu siapa yang mencuri soal itu? Selama ini tidak punya teman saja sudah sangat buruk. Ide menambah musuh sama sekali gak menarik. Tapi kalau mendapat tuduhan seperti ini dan diam saja karena tidak berani berbicara, sama saja menyerah kepada ketakutan.
Nggak, aku gak mau begitu.
Mira berlari keluar dan menyusuri kebun sekolah. Kali ini dia tidak akan melarikan diri lagi. Dia akan menceritakan apa yang dia lihat kepada kelasnya. Dia tidak akan menuduh siapa-siapa, hanya menceritakan saja. Terserah mereka mau bilang apa, yang penting Mira ingin secepatnya terlepas dari sifat menyebalkannya ini.



Judulnya Harga Keberanian... dan karena itu cerpen, Ibu guru ag mau ceritanya harus menggantung. nah... ag ahli banget kan bikin cerita menggantung??? *saking menggantungnya, sampe gak jelas begitu, wkwkwk...
Mohon maaf kalo cerpen ag kurang memuaskan, kalo ada kritik dan saran... Silakan komentar yo!


0 comments:

Posting Komentar

Good intentions are always welcomed here!
Thanks for your comment.

 

Bena's Blog Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea